A. Pendahuluan
Akidah-akidah jahiliah yang dominan diseluruh permukaan bumi sebelum Islam datang, penuh dengan kepercayaan terhadap tuhan-tuhan yang bermacam-macam, yang disifati sebagai tuhan,tuhan kecil disamping tuhan besar sebagaimana anggapan mereka.
Memutlakkan rubbiyah ‘ketuhanan’ dalam surat ini dan pencakupan rubbiyah ini terhadap semesta alam secara keseluruhan merupakan, merupakan persimpangan jalan antara keteraturan dan kekacauan dibidang akidah, supaya seluruh alam ini mengarah kepada Rabb ‘Tuhan’ Yang satu, menetapkan dan mengakui untuk-Nya saja kekuasaan yang mutlak, meruntuhkan tuhan-tuhan yang bermacam-macam dari hadapan-Nya.
Islam datang ketika di dunia ini terdapat bertumpuk-tumpuk akidah, paham, legenda, mitos-mitos, pemikiran yang bercampur aduk antara kebenaran dan kebatilan, yang shahih dan yang palsu, Oleh karena itu perhatian Islam yang pertama-tama adalah membebaskan urusan akidah dan membatasi persepsi manusia tentang urusan dan sifat-sifat Allah, hubungan-Nya dengan makhluk, dan hubungan makhluk dengan-Nya dengan cara yang pasti dan benar.
B. Kajian Tafsir QS. Al-Fatihah; 2
Ayat dan Terjemah
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
Tafsir Ayat
“Segala puji bagi Allah”inilah perasaan yang melimpahmasuk kedalam hati seorang mukmin, hanya semata-mata ingatnya kepada Allah. Karena, keberadaannya sejak awal adalah limpahan dari sekian limpahan nikmat Ilahi yang menghimpun pujian dan sanjungan. Dalam setiap kejapan mata, dalam setiap pandangan, dalam setiap langkah senantiasa diiringi dan disertai oleh nikmat-nikmat Allah, nikmat yang melimpahi semua makhlukNya, khususnya manusia ini. Oleh kerena itu mengucapkan “Alhamdulillah” didalam memulai sesuatu dan mengahirinya merupakansalah satu kaidah Islam secara langsung.
“Alif” dan “Lam” pada Alhamdu ditunjukkan untuk mencakup segala jenis dan ragam pujian itu kepunyaan Allah.
Menghadap kepada Allah dengan memuji-Nya itu menggambarkan perasaan orang mukmin ketika dia ingat kepada Allah. Aapun bagian ayat terahir yang berbunyi“Rabbil ‘Alamin “ Tuhan semesta alam. Kata “Rabb”berarti yang berkuasa, yang memberlakukan, yang bertindak, dan menurut bahasa berarti sayyid ‘tuan’dan mutasharif ‘yang bertindak’untuk memperbaiki dan memlihara.
Bisyir bin Imarah berkata sengan sanadnya dari Ibnu Abbas bahwa “segla puji kepunyaan Allah Rabb semesta alam” itu maksudnya segala kepunyaan Allah yang kepunaan-Nyalah seluruh makhluk yang ada dilangit dan yang dibumi serta apa yang ada diantara keduanya, baik yang kita ketahuai maupun yang tidak kita ketahui.
Ibn Taimiyah berkata, “Allah SWT berfirman di awal ayat yang berbunyi: الحمد لله رب العاامين, memulai dengan dua nama, yaitu Allah, dan al-Rabb. Nama Allah adalah illah yang disembah, maka nama ini lebih berhak untuk di ibadahi.
Nama Allah meliputi tujuan seorang hamba, tempat bernaungnya, dan tempat kembalinya. Dan hal itu merupakan ibadah kepada Allah. Dan Nama al-Rabb mengandung arti penciptaan seorang hamba dan memulainya, bahwa Dia mengaturnya dan melindunginya. Bersamaan dengan itu kata al-Rabb masuk kedalam kata Allah
Al-Qur’anul karim telah menceritakan kita tentang sejumlah orang musyrik yang mengatakan tentang tuhan-tuhan mereka yang bermacam
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".(az-Zumar;3)
C. Kajian Tafsir QS. Al-A’raf; 172
Ayat dan Trejemah
•
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",
Tafsir Ayat
Imam Abu Ja’far bin Jarir rahimaullah, meriwayatkan dari al-Aswad bin Sari yaitu orang dari Bani Sa’ad r.a dia berkata”Aku berperang bersama Rasulullah sebanyak empat kali. Maka tentarapun mengganyang anak anak setelah menggayang tentara. Kemudian hal itu sampai kepada Rasulullah saw, dan menghawatirkannya, kemudian belia bersabda “Mengapa orang orang itu mengganyang anak-anak?” maka seorang berkata “Wahai Rasulullah, bukankah mereka itu anak-anak kaum musyrikin?” Beliau bersabda “Sesungguhnya orang-orang terpilih diantara kamu pun merupakan anak-anak kaum musyrikin . Kecuali tidaklah seorang diri dilahirkan melainkan ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ia senantiasa demikian hingga lidahnya menjelaskan ihwal dirinya. Maka bapak-ibunyalah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani”
Sehubungan dengan penafsiran ayat ini, Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw, bersabda “Setelah allah menciptakan Adam, maka Dia mengusap punggungnya, maka berjatuhanlah dari punggungnya itu setiap jiwa. Dialah pencipta jiwa-jiwa dari keturunannya hingga hari kiamat” (HR Tirmidzi).
Hadis dhadis diatas menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla mengeluarkan anak Adam dari sulbnya. Yang dimaksud kesaksian mereka atas dirinya sendiri bahwa Dia adalah tuhannya ialah bahwa Allah menciptakan mereka dalam keadaan memegang katauhidan. Oleh kerena itu allah Ta’ala berfirman “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam”, disini tidak dikatakan dari Adam, “dari sulbi mereka”tidak dikatakan dari punggung Adam. Allah menjadikan keturunan Bani Adam itu generasi demi generasi dan kurun demi kurun.
Allah mempersaksikan mereka putra-putar Adam itu atas diri mereka sendiri , yakni meminta pengakuan mereka masing masing melalui potensi yang di anugerahkan Allah kepada mereka, juga melalui penghamparan bukti ke esaan Nya di alam raya dan pengutusan para nabi seraya berfirman“ Bukankah Aku Ini Tuhanmu, dan yang selalu berbuat baik kepada kamu?” mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi".bahwa Engkau adalah Tuhan kami dan menyaksikan pula ahwa Engkau Maha Esa.
Seakan-aakn ada yang bertanya: “Mengapa Engakau lakukan demikian Wahai Tuhan?” Allah menjawab: “Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat nanti kamu yang mengingkari ke esaan-Ku tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)", karena tidak adanya bukti-bukti tentang ke esaan Allah . Atau agar kamu tidak mengatakan “Sesungguhnya orang orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang ada sesudah mereka.
F. Daftar Pustaka
Katsir,Ibnu, Terj Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani, 1999
Priana, Ari “ Penafsiran Tauhid dalam Surat al-Fatihah dan al-Ihlash Menurut Ibn Taimiyah” (Skripsi S1 Fakultas Ushuludiin dan Filsafat UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)
Quraish Shihab,Muhammad, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jilid 1, Lentera Hati:Jakarta, 2004.
Quthb, Sayyid, Terj Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an, Jakarta: Gema Insani,2000
0 komentar:
Posting Komentar